Observasi Internasional | Industri Otomotif Eropa Bergulat dengan Dilema Transisi Elektrifikasi
2025/12/03 09:07
Industri Otomotif Eropa Bergulat dengan Dilema Transisi Elektrifikasi
Produsen mobil Eropa semakin terbuka dalam menyikapi transisi elektrifikasi mereka. Pameran Motor Internasional Jerman 2025 (IAA Mobility) yang baru saja berakhir menjadi kaca pembesar bagi realitas industri yang saling bertentangan: sementara produsen mobil memamerkan model listrik terbaru mereka untuk memproyeksikan citra "pelopor ramah lingkungan", mereka secara kolektif menyerukan penundaan larangan kendaraan baru berbahan bakar fosil pada tahun 2035. Hal ini menyoroti kesulitan yang dihadapi sektor otomotif Eropa dalam transisi energi barunya dan mencerminkan upaya Uni Eropa yang sulit untuk menyeimbangkan antara komitmen iklim dan realitas industri.
Keraguan Menghantui Target Larangan Kendaraan Berbahan Bakar Fosil
Uni Eropa menyetujui peraturan pada bulan Maret 2023, yang mengamanatkan larangan mobil penumpang bertenaga bahan bakar fosil dan kendaraan komersial ringan baru yang menghasilkan karbon mulai tahun 2035 untuk mengurangi emisi karbon dari sektor transportasi.
Namun, dua asosiasi industri otomotif utama Eropa—Asosiasi Produsen Mobil Eropa (ACEA) dan Asosiasi Pemasok Otomotif Eropa (CLEPA)—bersama-sama mengirimkan surat kepada Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, pada akhir Agustus. Mereka menyatakan bahwa target pengurangan emisi karbon dioksida Uni Eropa yang ambisius tidak lagi layak, dan transisi otomotif Eropa harus menghadapi realitas industri dan geopolitik.
Sikap ini digaungkan oleh para politisi Jerman selama pameran IAA Mobility. Kanselir Jerman, Friedrich Merz, menekankan bahwa pemerintah dengan tegas mendukung elektrifikasi industri otomotif sekaligus menyerukan fleksibilitas regulasi. Ia menekankan bahwa mendikte jalur teknis secara sepihak melalui jalur politik adalah sebuah kesalahan, dan industri harus menjaga keterbukaan teknologi, menyeimbangkan daya saing industri dengan perlindungan iklim.
Di tingkat industri, para eksekutif senior dari produsen mobil besar seperti Mercedes-Benz, BMW, dan Stellantis dengan suara bulat menyatakan pada acara di Munich bahwa larangan total terhadap kendaraan berbahan bakar fosil pada tahun 2035 adalah "tidak realistis." Mereka menyerukan agar diberikan ruang untuk pengembangan kendaraan listrik jarak jauh (EREV), kendaraan listrik hibrida (HEV), dan kendaraan bertenaga bahan bakar fosil berkapasitas kecil.
Permohonan ini secara langsung menjawab dilema praktis yang dihadapi pasar kendaraan listrik (EV). Dalam beberapa tahun terakhir, banyak model EV yang diluncurkan oleh produsen mobil terkemuka gagal mendapatkan penerimaan konsumen yang luas, sehingga memaksa banyak perusahaan untuk menyesuaikan strategi pengembangan mereka. Mercedes-Benz mengumumkan pada awal tahun lalu bahwa mereka akan menunda target awalnya yaitu kendaraan listrik menyumbang 50% penjualan pada tahun 2025, dengan menyatakan bahwa mereka akan terus memperbarui lini produk mesin pembakaran internal (ICE) selama dekade berikutnya. Audi mengesampingkan rencana ambisiusnya untuk mencapai elektrifikasi penuh pada tahun 2032, dengan mengumumkan bahwa mereka akan terus menjual kendaraan bertenaga bahan bakar fosil selama 7 hingga 10 tahun ke depan. Oliver Blume, Ketua Dewan Manajemen Volkswagen Group, secara terbuka menyatakan bahwa karena perlambatan penjualan kendaraan listrik murni, UE harus merevisi target pengurangan emisi karbon dioksida untuk mobil baru.
Transformasi Lambat di Industri Otomotif
Produsen mobil Eropa menghadapi berbagai dilema praktis dalam transisi elektrifikasi mereka. Selama dekade terakhir, Eropa kurang berinvestasi di sektor energi baru, dengan kemunduran yang berulang dalam tata letak industri baterainya. Northvolt, produsen baterai listrik asal Swedia yang didirikan pada tahun 2016, pernah meraih ekspektasi tinggi—didukung oleh investasi dari Goldman Sachs, BMW, Volkswagen, dan lainnya—yang bertujuan untuk bersaing dengan CATL dan LG Energy Solution. Namun, perusahaan tersebut akhirnya gagal memenuhi proyeksi dan mengajukan perlindungan kebangkrutan pada akhir tahun 2024, yang menyoroti kekurangan signifikan Eropa dalam komponen-komponen utama dan teknologi inti.
Ola Källenius, Presiden Asosiasi Produsen Mobil Eropa (ACEA) dan Ketua Dewan Manajemen Mercedes-Benz Group, mencatat bahwa jika Uni Eropa mewajibkan elektrifikasi 100% mobil baru pada tahun 2035, Eropa akan sangat bergantung pada pasar Asia untuk rantai nilai baterai. Ia menekankan bahwa Eropa telah mencapai hampir swasembada dalam teknologi mesin pembakaran internal (ICE), dengan menyatakan, "Menjaga keterbukaan teknologi memastikan kemandirian strategis."
Sementara itu, produsen mobil Eropa menghadapi berbagai tantangan struktural: pembangunan infrastruktur pengisian daya yang lambat dan tidak merata; melonjaknya harga listrik yang mendorong biaya penggunaan kendaraan listrik (EV); meningkatnya biaya produksi; dan tekanan tambahan dari tarif yang diberlakukan oleh Amerika Serikat. Kombinasi faktor-faktor ini semakin mempersulit perusahaan-perusahaan Eropa untuk mencapai elektrifikasi penuh dalam jangka pendek.
Jerman, raksasa otomotif yang sudah lama berdiri, juga mengalami kesulitan transformasi. Setelah mengakhiri subsidi pembelian kendaraan listrik pada akhir tahun 2023, penjualan kendaraan listrik di pasar tunggal terbesar Eropa merosot tajam, memperburuk tekanan industri. Laporan keuangan dari produsen mobil seperti BMW, Mercedes-Benz, dan Volkswagen menunjukkan penurunan laba yang tajam sejak tahun lalu. Selama setahun terakhir, industri otomotif Jerman telah kehilangan sekitar 51.500 lapangan kerja bersih, menjadikannya sektor industri yang paling terpukul.
Para analis menunjukkan bahwa sikap ragu-ragu produsen mobil Eropa terhadap elektrifikasi bukan berasal dari perselisihan ideologis, melainkan dari tekanan praktis yang luar biasa: di satu sisi, mereka harus bersaing dengan produsen kendaraan listrik terkemuka di dunia; di sisi lain, mereka harus mengatasi tantangan besar dalam teknologi, rantai pasokan, dan ketenagakerjaan. Dengan latar belakang ini, target 2035 lebih dari sekadar kebijakan—target ini telah menjadi momen penting yang menentukan apakah industri otomotif Eropa dapat mempertahankan keunggulan kompetitifnya di pasar global.
Sikap dan Strategi: Permainan Hebat Transisi Otomotif
Tekanan transisi yang semakin meningkat telah memaksa beberapa produsen mobil Eropa untuk mengadopsi peta jalan teknologi yang terdiversifikasi. Asosiasi Produsen Mobil Eropa (ACEA) merekomendasikan bahwa, selain mempertahankan pendekatan yang terdiversifikasi ini, Uni Eropa juga harus meningkatkan subsidi pembelian, keringanan pajak, dan insentif harga listrik untuk meningkatkan penerimaan konsumen. Industri umumnya sepakat bahwa kendaraan listrik baterai (BEV) pada akhirnya akan menjadi arus utama, tetapi teknologi rendah karbon lainnya tetap diperlukan selama masa transisi.
Beberapa produsen mobil dengan tegas mendukung larangan kendaraan berbahan bakar fosil pada tahun 2035, menganggapnya sebagai langkah penting untuk menjaga daya saing Eropa. Mark Hauptner, CEO Kia Eropa, menekankan bahwa pasar Eropa sedang mengalami gelombang baru elektrifikasi, dan setiap gangguan kebijakan akan menimbulkan kerugian besar. Kia telah meluncurkan produksi massal kendaraan listrik EV4 di pabriknya di Slovakia dan berencana untuk mencapai kepatuhan penuh pada tahun 2035.
Ferdinand Dudenhöffer, pakar ekonomi otomotif asal Jerman, menunjukkan bahwa seiring harga kendaraan listrik yang secara bertahap selaras dengan harga kendaraan berbahan bakar fosil dan penerapan pajak emisi karbon, daya tarik kendaraan berbahan bakar fosil akan terus menurun, dan pasar akan menyelesaikan transisi secara organik. Ia memperkirakan bahwa sekitar tahun 2030, harga kendaraan listrik dan kendaraan berbahan bakar fosil akan kurang lebih setara, dan kontroversi mengenai larangan kendaraan berbahan bakar fosil kemungkinan akan mereda.
Uni Eropa sedang mencari keseimbangan di tengah tarik-menarik antara kedua faksi. Pada 12 September, Ursula von der Leyen menjadi tuan rumah Dialog Strategis ketiga tentang Masa Depan Industri Otomotif Eropa. Produsen mobil Eropa menyerukan fleksibilitas yang lebih besar dalam menerapkan target pengurangan emisi, tetapi Uni Eropa menegaskan kembali komitmennya yang teguh terhadap larangan penuh kendaraan berbahan bakar fosil pada tahun 2035. Pada bulan Maret tahun ini, von der Leyen mengumumkan penundaan penilaian emisi karbon mobil baru—yang semula dijadwalkan dimulai pada tahun 2025—ke tahun 2027, yang memberikan industri tersebut penyangga transisi. Namun, beberapa produsen mobil dan organisasi lingkungan mengkritik langkah ini, dengan alasan bahwa memperlambat laju sama saja dengan mengakomodasi perusahaan yang tertinggal dan pada akhirnya dapat melemahkan daya saing industri otomotif Eropa secara keseluruhan.
Para pakar industri berpendapat bahwa larangan kendaraan berbahan bakar fosil pada tahun 2035 bukan sekadar target transisi industri, tetapi juga merupakan ujian lakmus bagi kepemimpinan Uni Eropa dalam tata kelola iklim. Menegakkan target tersebut akan mendorong perusahaan untuk mempercepat inovasi dan peningkatan; di sisi lain, berkompromi dapat membuat Eropa tertinggal dalam persaingan energi baru global. Industri otomotif Eropa sedang menjalani strategi yang sangat kompleks dalam perjalanannya menuju transisi energi baru.




